Pahlawan Neraka


Dalam suatu pertempuran, tersebutlah seorang prajurit gagah berani bak seekor singa lapar menerkam mangsanya. Karena keberaniannya itu, dia menjadi buah bibir di kalangan para sahabat. Dialah Qotzman yang disinyalir Rasulullah Saw. sebagai penghuni ahli neraka.

Para sahabat pun terheran-heran mendengar cerita Sang Baginda Rasul seraya menanyakan alasan tersebut kepada beliau. Bagaimana seorang yang berjuang demi tegaknya kebenaran ajaran Al-Islam digolongkan sebagai penduduk neraka. Rasul menjawab, "Saat Qotzman dan Aktsam pergi ke medan perang bersama-sama, Qotzman mengalami luka parah akibat ditikam pihak musuh. Badannya dipenuhi darah. Dengan segera Qotzman meletakkan pedangnya di atas tanah, saat mata pedang dihadapkan pada dadanya itulah ia lalu membenamkan mata pedang itu ke dalam dadanya."

Jelaslah, Qotzman melakukan perbuatan itu dikarenakan dia tidak tahan menanggung rasa sakit yang dialaminya. Akhirnya dia mati bukan karena berperang melawan musuh, melainkan membunuh dirinya sendiri.

Begitu pula dalam ‘pertempuran’ hidup di dunia. Banyak sekali ujian dan rintangan melintang. Hidup ibaratnya bertempur melawan setiap kesulitan dan kepedihan yang senantiasa menghadang sehingga membutuhkan semangat pengorbanan yang tinggi. Alang rintang cobaan yang terus mendera itu, jika kita tidak kuat bersabar menghadapinya, hanya saja akan mengantarkan setiap kita berputus asa (hidup segan mati tak mau?). Dalam keadaan demikian, tak jarang di antara kita justru frustasi dan kemudian mati sia-sia dengan bunuh diri.

Bunuh diri dan gerbang kematian seolah merupakan akhir dari segalanya. Sehingga, ia akan benar-benar merasa terlepas dari kesulitan duniawi yang begitu membelit. Mati menjadi pilihan daripada hidup menderita. Inilah tipologi dan stilis seorang Qotzman sebagai prajurit yang ‘salah’ niat dalam perang yang suci menegakkan kebenaran (wrong man in the right place).

Sebagai seorang Muslim, niat dan tujuan hidup mesti ditegaskan dengan jelas. Ketulusan hidup dalam menghadapi segala ujian maupun cobaan, serta tujuan hidup yang tidak sekedar memenuhi panggilan kebutuhan duniawi tetapi juga perbekalan untuk di akhirat kelak. Disinilah kausalitas keimanan kepada hari akhir menjadi prinsip dasar hidup seorang Muslim, manakala seluruh yang kita perbuat di dunia mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di akhirat kelak.  

Bagi seorang Muslim sejati, sepahit dan segetir apapun cobaan hidup, bunuh diri bukanlah pilihan tepat. Kematian, justru merupakan gerbang awal di mana seluruh amal perbuatan kita dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Akankah kita terus survive?***

Previous
Next Post »